Jumat, 28 Februari 2014

contoh Tugas Resensi Novel



RESENSI NOVEL

IDENTITAS BUKU
Judul buku                  : Siluet Senja
Penulis                         : Guslaeni Hafid dan Rina Fariana
Penerbit                       : Gema Insani
Kota tempat terbit       : Jakarta
Cetakan                       : 1
Tahun terbit                 : 2004
Tebal buku                  : 202 hlm
   Harga buku              : Rp 21.500,00
Peresensi                     : Muhamad Syaeful Anwar

Guslaeni Hafid lahir 30 Agustus 1980, kemampuannya dalam tulis menulis mulai terlihat sejak dia duduk di
bangku SD. Tulisan tangannya yang berbentuk artikel ramaja pernah nongkrong di majalah Permata atau
buletin Studia. Ria Fariana lahir di Surabaya, 7 Oktober 1977. Mulai menulis sejak SD berupa cerpen
termuat untuk pertama kali di majalah Permata edisi April 2003 yang berjudul Opera SMU. Novel Siluet
Senja ini adalah karyanya pertama kali dalam bentuk buku kerja sama dengan teman dunia maya, Hafid.
Siluet senja adalah novel bertema yang cukup unik, menggigit dengan pesan perjuangan hidup.    Perjuangan hidup memilih cinta atas dasar kekuatan ideologis. Cerita ini berawal dari persahabatan yang terdiri dari empat orang di antaranya, Meta, Anjani, Dewi, Jane. Hubungan persahabatan mereka sangat erat, saling mengerti satu sama lain. Suatu hari Jene mengadakan pesta ulang tahun, dan kakaknya yang bernama Steve dari Scotland datang ke Indonesia untuk menghadiri pesta ulang tahun adiknya. Di situ Stave dan Meta dipertemukan. Stave kagum dengan sosok Meta yang manis. Keesokan harinya Steve menitipkan salam kepada Jane, salam itu untuk Meta. Proses perkenalan itu berjalan mulus, dan akhirnya mereka resmi menjadi dua pasang kekasih, tetapi Meta merahasiakannya kepada teman-temannya, karena ia sudah berjanji tidak akan mempunyai pacar sebelum lulus dari SMA.
Tiga tahun mereka melangsungkan proses belajar di SMA sampai lulus sekolah. Mereka berempat akan melanjutkan studinya di perguruan tinggi melalui tes SPMB, tetapi dari keempat sahabat itu ada yang tidak lolos dalam tes. Meta dan Dewi lolos dari tes, mereka berdua diterima di perguruan tinggi di Surabaya, sedangkan Jane diterima di UI Depok, tetepi ada satu di antara mereka yang tidak lolos dari seleksi itu, yaitu, Anjani. Akhirnya Anjani mendaftar ke perguruan tinggi swasta temapat kuliah Steve, dan mengambil jurusan teknik sipil. Steve terpaksa harus menerima kenyataan hubungan jarak jauh dengan Meta.
Memasuki dunia kampus membuat Meta semakin memahami hakikat hidupnya. Ia mulai berintaksi dengan keislaman di Kampusnya. Segala bentuk perhatian dari Steve, orang yang mencintainya, mulai tak terbalas. Lelaki Scotland itu semakin tidak memahami, mengapa cintanya tak terbalas.  Meta telah menemukan cinta sejatinya. Ia berhijrah dan meninggalkan Steve. Sepeninggal Meta, Steve berusaha mencari cinta yang diinginkan Meta. Namun pencariannya tak pernah selesai karena tiba-tiba ajal menjemputnya. Steve meninggal dalam kecelakaan.
Secara umum, saya dapat mengemukakan beberapa hal berikut tentang novel ini :
-         Novel ini adalah novel cinta remaja yang segar dan “ngepop”, baik dari segi bahasa maupun settingnya. Membaca novel ini membuat saya terkenang akan masa-masa SMA yang penuh romantika.
-         Deskripsi tiap karakter (Anjani, Meta, Dewi, Jane, dan Steve) cukup kuat dan boleh dibilang konsisten dari awal hingga akhir.
-         Alur cerita cukup lancar dan linear, tidak banyak flashback/ kilas balik.
-         Puisi-puisi dan kutipan kata-kata mutiara, terutama Jalaludin Rumi, sangat menarik.
 Secara khusus, ada beberapa hal menurut saya yang perlu “disoroti” :
-         Sudut pandang cerita dalam novel ini agak membingungkan; Bab 1 dilihat dari sudut pandang orang luar (Dewi, Meta, dan Anjani dilihat sebagai pihak ketiga) sedangkan mulai bab 2 sampai 10 cerita dikisahkan dari sudut pandang orang pertama (Aku) yang berbeda-beda. Aku di bab 2 adalah Steve, di bab 3 Meta, bab 4 Steve, bab 5 Meta kembali, bab 6 tetap Meta, bab 7 Steve, bab 8 Anjani, bab 9 dan Meta kembali. (mungkin ini adalah trend masa kini, dan saya yang ketinggalan jaman?)
-         Konflik utama cerita tidak juga muncul secara tajam sampai bab 6. Semula saya mengira masa lalu Steve yang pernah menjadi “drug addict” yang akan menjadi penghambat hubungannya dengan Meta, tetapi ternyata bukan. Seandainya konflik itu dimulai lebih awal, tentu penulis bisa lebih leluasa mengembangkan komplikasi, konflik, sampai klimaks.
-         Penggiringan komplikasi sampai klimaks terasa agak kurang mulus dan realistis: Ketika Meta diterima SPMB di Surabaya, Steve merasa khawatir kehilangan Meta, takut ada ‘cowo’ lain. Meta berusaha meyakinkan Steve untuk tidak berkhawatir. Ternyata memang terjadi sesuatu di Surabaya-bukan kehadiran lelaki lain, melainkan keinsyafan Meta dan ‘jatuh cinta’nya dia pada Allah dan nilai-nilai ajaran Islam. Saya melihat perubahan Meta-yang diawali/didahului perubahan Dewi- agak dipaksakan. Penulis seharusnya bisa memberikan suatu “even” yang lebih mengguncangkan Dewi dan Meta, yang akhirnya menarik mereka untuk mengikuti jalan tersebut, yang nota bene sangat berbeda dengan karakter dan kepribadian kedua gadis itu: yang satu genit, manja, dan suka berdandan, yang lain tomboy, suka iseng dan pemberani. Akan berbeda jika sudah ada konflik batin sejak awal.
-         Konflik batin paling kuat ada di Bab 9, dalam diri Meta. Kalau memang dating dari Dewi, seharusnya bisa lebih dieksplorasi dan dieksploitasi. Mungkin ini bisa terjadi di kehidupan nyata, tetapi menjadi kurang ‘greget’ jika dinovelkan.
-         Mungkin akan terbersit tanya di benak pembaca: “Masak harus segitu menderitanya sih, kalau mau jadi muslimah yang baik?” Jawaban untuk pertanyaan ini bisa ya dan bisa tidak; ada banyak factor yang mempengaruhi. Saya sangat suka Bab 9 karena konflik batin Meta sangat realistis dan human hanya saja pemicunya kurang kuat.
-         Alasan Steve mengikuti kegiatan kerohanian Islam juga wajar; dia mau berbuat apa saja demi mendapatkan Meta kembali (seperti kata Steve sendiri tentang temannya, Bobby).
-         Perasaan Anjani juga sesungguhnya bisa lebih dieksploitasi (sebagai tempat curhat yang menyimpan rasa dan luka). Kehadiran sepupu yang “MBA” juga bisa menjadi pemicu yang kuat.
-         Ending cerita bagi sebagian pembaca mungkin terasa tragis, bagi sebagian yang lain bisa jadi pencerahan, sementara bagi yang lain terasa ironis. Meta dan Steve jadian pada saat Steve diopname di RS karena kecelakaan, dan mereka “putus” juga di RS, juga karena kecelakaan. Pesan “Kalau jodoh takkan kemana” memang sering terdengar dan mudah diucapkan, tetapi bisa jadi sangat perih dijalani.
-         Akhirnya, Siluet Senja bisa diinterpretasi dengan berbagai sudut pandang.

Adapun kelemahan dari novel ini adalah, ceritanya terlalu menggurui, misalnya di situ Meta berubah menjadi orang yang alim, orang yang mengerti betul agama. Meta memberikan penjelasan bahwa dalam agama islam tidak ada yang namanya pacaran. Dalam islam dilarang berdua-duaan. Dari situlah mengapa pembaca menilai novel ini menggurui.
Kelebihan dari novel ini adalah, alurnya dan penggunaan bahasanya sederhana dan biasa sehinngga memudahkan pembaca untuk memahami isi bacaan. Begitu juga isi ceritanya dapat menghibur, sehingga pembaca bisa merasakan yang diceritakan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar